Cari Blog Ini

Selasa, 28 Februari 2012

Metode Pembelajaran Contextual Teacing and Learning

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Hakikat manusia hidup di dunia ini adalah untuk belajar. Menurut Prayugao “Belajar” merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.[1] Sedangkan menurut Oemar Hamalik, belajar adalah perubahan dalam perbuatan melalui aktivitas, praktek dan pengalaman.[2]
Pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan.[3] Keberhasilan suatu bangsa sangat ditentukan oleh keberhasilan dalam memperbaiki dan memperbaharui sektor pendidikan.[4]
Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional (UU Nomor 20 tahun 2003) yaitu :
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[5]

Pembenahan pembelajaran dari segi pendekatan dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam segala bidang mata pelajaran, karena pendekatan CTL merupakan salah satu langkah terciptanya pembelajaran yang menarik perhatian siswa, karena pendekatan ini mengaitkan materi yang ada dengan kehidupan nyata siswa. hal tersebut, tidak akan membuat siswa merasa jenuh dengan pembelajaran, siswa akan lebih tertarik dan mereka akan merasa puas ketika mendapatkan materi dari proses pembelajaran itu sendiri, karena siswa bisa mengekspresikan apa yang ada didalam diri siswa dari pengalaman kehidupan siswa sehari-hari dan akan tercipta kreatifitas siswa.
B.     Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat pemakalah rumuskan sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah Pengembangan Prinsip dari Konsep Contextual Teaching and Learning (CTL)?
2.      Bagaimanakah Pendekatan Konsep Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Proses Pembelajaran?



BAB II

PEMBAHASAN


A.      Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)
Menurut Sears Contextual Teaching and Learning (CTL), merupakan suatu konsepsi (buah pikiran) mengenai kegiatan belajar dan mengajar yang membantu para pendidik  mengaitkan isi materi pelajaran dengan keadaan dunia (sekitar kehidupan pelajar) yang nyata, dan mendorong para peserta didik agar menciptakan jalinan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapan pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan nyata mereka, baik sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat (warga negara).
Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu pendidik mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata peserta didik, dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Landasan filosofi dari CTL adalah konstruktivisme yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya.[6]
Menurut Nurhadi, pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu pendidik  mengaitkan antara materi dengan dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.[7]
Dalam pembelajaran kontekstual, pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang pendidik , yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama peserta didiknya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, langkah-langkah pembelajaran dan authentic assessmentnya.[8]
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh komponen utama, yaitu:
a.       Constructivism (membangun, membentuk),
b.      Questioning (bertanya),
c.       Inquiry (menemukan),
d.      Learning community (masyarakat belajar),
e.       Modeling (permodelan),
f.       Reflection (refleksi atau umpan balik) dan
g.      Authentic assessment (penilaian yang sebenarnya).[9]

B. Prinsip-Prinsip Contextual Teaching and Learning (CTL)
Prinsip dasar setiap komponen utama Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai berikut :
a.       Konstruktivisme, merupakan prinsip yang menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan dari pengalaman belajar yang bermakna. Peserta didik perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Pendidik  tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada peserta didik. Peserta didik harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Esensi dari teori konstrktivitasme adalah ide bahwa peserta didik harus menemukan dan mengambil suatu informasi yang bermanfaat menjadi milik mereka sendiri sehingga peserta didik menjadi pusat kegiatan, bukan pendidik .
Konsep ini yang menuntut peserta didik untuk menyusun dan membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak peserta didik mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan
Dalam proses pembentukan pengetahuan, baik perspektif personal maupun perspektif sosial cultural sebenarnya sama-sama menekankan kepentingannya keaktifan peserta didik dalam belajar, hanya yang satu lebih menekankan keaktifan individual, sedangkan yang lain menekankan pentingnya lingkungan sosial cultural. Tugas pendidik  adalah menfasilitasi proses pembentukan pengetahuan dengan:
1)      Menjadikan pembelajaran bermakna dan relevan bagi peserta didik.
2)      Memberi kesempatan peserta didik menemukan dan menerapkan idenya sendiri.
3)      Menyadarkan peserta didik agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
Pembelajaran menekankan pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif dari pengalaman atau pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna.
b.      Questioning merupakan strategi dalam pembelajaran CTL yang menekankan peserta didik untuk  mengetahui sesuatu, untuk  mengarahkan peserta didik guna memperoleh informasi, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berfikir peserta didik. Sehingga bisa diartikan dengan pemerolehan pengetahuan seseorang selalu bermula dari bertanya.
Dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh pendidik maupun oleh peserta didik. Pertanyaan pendidik digunakan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir peserta didik, sedangkan pertanyaan peserta didik merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara peserta didik dengan peserta didik, pendidik dengan peserta didik, peserta didik dengan pendidik, atau peserta didik dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
Dalam pembelajaran kegiatan bertanya berguna untuk:
1)      Menggali informasi, baik administrasi maupun akademik
2)      Mengecek pemahaman peserta didik
3)      Membangkitkan respon kepada peserta didik
4)      Mengetahui sejauh mana keingintahuan peserta didik
5)      Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui peserta didik
6)      Memfokuskan perhatian peserta didik pada suatu yang dikehendaki
7)      Uuntuk membangkitkan pertanyaan dari peserta didik
8)      Untuk menyegarkan kembali pengetahuan peserta didik.
Pada semua aktivitas belajar questioning dapat diterapkan antara peserta didik dengan peserta didik, antara peserta didik dengan pendidik , antara pendidik  dengan peserta didik, antara peserta didik dengan orang lain yang didatangkan ke kelas. Aktifitas bertanya juga dapat ditemukan ketika peserta didik berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemukan kesulitan, dan ketika mengamati.
c.       Inquiry adalah komponen utama CTL. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh peserta didik. Jadi pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik berasal dari usaha peserta didik untuk menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya, tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta. Merupakan siklus proses dalam membangun pengetahuan/ konsep yang bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau konsep. Siklus inkuiri meliputi; observasi, tanya jawab, hipoteis, pengumpulan data, analisis data, kemudian disimpulkan

d.      Learning Community merupakan  konsep menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Pembelajaran ini bisa dikemas dalam bentuk diskusi kelompok yang anggotanya heterogen, dengan jumlah yang bervariasi.
Kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat berwujud dalam; pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja dengan kelas di atasnya, beekrja dengan masyarakat.

e.       Modeling merupakan komponen menyarankan bahwa pembelajaran keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru peserta didik. Cara pembelajaran semacam ini akan lebih cepat dipahami peserta didik dari pada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada peserta didik tanpa ditunjukkan modelnya atau contohnya.
Dalam konsep ini kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar peserta didik dapat mencontoh, belajr atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Pendidik memberi model tentang how to learn (cara belajar) dan pendidik bukan satu-satunya model dapat diambil dari peserta didik berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik.

f.       Reflection merupakan komponen yang terpenting dari pembelajaran CTL yaitu  perenungan kembali atas pengetahuan yang baru dipelajari. Dengan memikirkan apa saja yang baru dipelajari, menelaah dan merespons semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan, peserta didik akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan atau bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Kesadaran semacam ini penting ditanamkan kepada peserta didik agar ia bersikap terbuka terhadap pengetahuan-pengetahuan baru. Adapun realisasinya adalah; pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, catatan dan jurnal di buku peserta didik, kesan dan saran peserta didik mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya.
g.      Authentic Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar peserta didik. Hal ini perlu diketahui pendidik  setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar peserta didik. Sehingga penilaian autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika atau dalam proses pembelajaran peserta didik berlangsung, bukan semata-mata pada hasil pembelajaran.
Prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan, ketrampilan sikap) peserta didik secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada; pembelajaran seharusnya membantu peserta didik agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhIr periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh peserta didik.[10]
Kata kunci yang dapat dipakai sebagai pengingat pendidik  ketika melaksanakan kegiatan pembelajaran berbasis CTL adalah sebagai berikut :
1)      Belajar pada hakikatnya adalah real-word learning, adalah belajar dari kenyataan yang bisa diamati, dipraktikkan, dirasakan, dan diuji coba.
2)      Belajar adalah mengutamakan pengalaman nyata, bukan pengalaman yang hanya diangan-angankan saja, yang tidak bisa dibuktikan secara empiris.
3)      Belajar adalah berpikir tingkat tinggi.
4)      Kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
5)      Kegiatan pembelajaran memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif, kreatif dan kritis.
6)      Kegiatan pembelajaran memberikan pengetahuan.[11]

C. Karakteristik Contextual Teaching and Learning (CTL)
Karakteristik pembelajaran dengan pendekatan kontekstual:
a.       Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik (learning in life setting).
b.      Pembelajaran memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).
c.       Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada peserta didik (learning by doing).
d.      Pembelajaran diberikan dengan kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman (learning in a group).
e.       Pembelajaran menciptakan kebersamaan, kerjasama dan saling memahami satu sama lain secara mendalam (learning to know each other deeply).
f.       Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry, to work together).
g.      Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).[12]

D. Dampak atau Hasil Pembelajaran CTL
1)      Kerjasama.
2)      Saling menunjang.
3)      Menyenangkan, tidak membosankan.
4)      Belajar dengan bergairah.
5)      Pembelajaran terintegrasi.
6)      Menggunakan berbagai sumber.
7)      Siswa aktif.
8)      Sharing dengan teman.
9)      Siswa kritis guru kreatif.
10)  Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain.[13]

Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah- langkah pembelajaran, dan authentic assessment-nya. Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya. Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.
dari proses pembelajaran tersebut bahwa tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dan kepribadian seseorang yang berkenaan dengan seluruh aspek kehidupan.
Tabel Perbedaan pendekatan kontekstual dengan pendekatan tradisional :[14]
No.
CTL
Tradisional
1
Pemilihan informasi Berdasarkan kebutuhan siswa
Pemilihan informasi ditentukan oleh Peneliti
2
Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran
Siswa secara pasif menerima Informasi
3
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/ masalaha yang disimulasikan
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
4
Selalu mengaitkan informasi dengan pngetahuan yang dimiliki siswa
Memberi tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan
5
Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang
Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu
6
Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis,
atau mengerjaan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok).
Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan yang membosankan (melalui kerja individual).
7
Perilaku dibangun atas kesadaran sendiri.
Perilaku dibangun atas Kebisaaan
8
Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.
Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
9
Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan
Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor.
10
Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut keliru dan merugikan.
Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman.
11
Perilaku baik berdasarkan motivasi instrinsik.
Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik.
12
Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.
Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas.
13
Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.
Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ ujian/ ulangan.

Model CTL juga disebut REACT, yaitu relating (belajar dalam kehidupan nyata), experiencing (belajar dalam konteks eksplorasi, penemuan, dan penciptaan), applying (belajar dengan menyajikan pengetahuan untuk kegunaannya), cooperating (belajar dalam konteks interaksi kelompok), dan transfering (belajar dengan menggunakan penerapan dalam konteks baru/ konteks lain).[15]

BAB III

PENUTUP



A.    Kesimpulan
 Contextual Teaching and Learning (CTL), merupakan suatu konsep pemikirandalam pembelajaran yang membantu para pendidik  mengaitkan isi materi pelajaran dengan keadaan kehidupan peserta didik yang nyata, dan mendorong para peserta didik agar menciptakan jalinan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapan pengetahuan yang dialaminya dalam kehidupan nyata mereka, baik untuk dirinya sendiri atau sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, serta sebagai warga negara. Hal ini dilakukan agar tujuan dari pendidikan itu sendiri dapat tercapai, baik pendidikan iumum maupun pendidikan Islam. Bahwasannya tujuan pendidikan Islam adalah manusia mampu menunaikan tugas hidup dan kehidupannya sebagai khalifah yang sekaligus sebagai insan yang mengabdi kepada Allah SWT dalam mewujudkan kehidupan rahmatan lil 'alamin. Dengan kata lain manusia harus bisa hidup seimbang secara vertikal dan horisontal. Menuntut ilmu untuk hidup di dunia dan akhirat.[16]
Tujuan juga diartikan suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Tujuan Pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dan kepribadian seseorang yang berkenaan dengan seluruh aspek kehidupan.
Pendidikan Islam itu berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup didunia ini telah berakhir pula. Karena itu pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai.
Orang yang sudah bertaqwa dalam bentuk insan kamil masih perlu mendapatkan pendidikan dalam rangka mengembangkan dan menyempurnakan, sekurang-kurangnya pemeliharaan supaya tidak luntur dan berkurang. Meskipun pendidikan oleh diri sendiri dan bukan dalam pendidikan formal.
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh komponen utama, yaitu:
a.       Constructivism (membangun, membentuk),
b.      Questioning (bertanya),
c.       Inquiry (menemukan),
d.      Learning community (masyarakat belajar),
e.       Modeling (permodelan),
f.       Reflection (refleksi atau umpan balik) dan
g.      Authentic assessment (penilaian yang sebenarnya)

B.     Saran
Kami selaku penulis makalah ini menyadari bahwa banyak hal-hal yang kurang tepat dalam penyusunan makalah ini, baik dalam cara penulisan maupun perbendaharaan kata yang kurang tepat, kritik dan sarannya sangat kami harapkan, demi terciptanya makalah yang lebih bak. Akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat, terkhusus bagi penulis makalah ini, dan bagi teman-teman pembaca pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar, Usman, Surohim. 2005. Fungsi Ganda Lembaga Pendidikan Islam, Yogyakarta: Safiria Insania Press.
Hadi, Nur. 2002. Pendekatan Kontekstual, Jakarta: Depdiknas, Dirdikdasmen, Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
Hamalik, Oemar. 2000. Psikologi Belajar dan Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Nata, Abuddin.1997. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Muslich, Masnur. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, Jakarta: Bumi Aksara.
Proyugao.1988. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Bina Aksara.
Purwanto, Ngalim.2004. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarya
Yustisia, Tim Pustaka. 2007. Panduan Lengkap KTSP, Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
http://sunartombs.wordpress.com/2010/01/02/contextual-teaching-and-learning-ctl.


[1]Proyugao, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Bina Aksara, 1988), hlm. 2
[2]Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2000), hlm. 45
                [3]Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung :Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 11
[4]Usman Abu Bakar, Surohim, Fungsi Ganda Lembaga Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2005), hlm. 1
[5] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 12
[6]Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 41
[7]Nurhadi, Pendekatan Kontekstual, (Jakarta: Depdiknas, Dirdikdasmen, Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2002), hlm. 1
[8] Ibid, hlm.22
[9].Masnur Muslich, Of. Cit. hlm. 43-48
[10] http://sunartombs.wordpress.com/2010/01/02/contextual-teaching-and-learning-ctl.
[11] Masnur Muslich, Of. Cit. hlm , 48-49
[12] Ibid, hlm h. 42
[14]  Tim Pustaka Yustisia, Panduan Lengkap KTSP, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2007), hlm.162-163
[15]  Masnur Muslich, Op. Cit., hlm. 211
  [16]Usman Abu Bakar dan Surohim, Op. Cit, hlm. 46-48

Tidak ada komentar:

Posting Komentar